Kedelai
merupakan salah satu anggota tanaman kacang-kacangan yang telah banyak
dimanfaatkan sebagai pangan maupun pakan. Jenis tanaman kacang-kacangan pada
umumnya terkenal sebagai sumber protein nabati yang amat penting bagi manusia
dan hewan. Salah satu bahan makanan yang menggunakan bahan dasar kedelai adalah
tauco (Astawan, 1991).
Tauco
merupakan bahan makanan yang berbentuk pasta, berwarna kekuningan sampai coklat
dan mempunyai rasa spesifik, dibuat dari campuran kedelai dan tepung beras
ketan. Dalam 100 gram tauco terdapat kandungan nutrien seperti protein sebesar
12%, lipid sebesar 4,1%, karbohidrat sebesar 10,7%, serat sebesar 3,8%,
kalsium sebesar 1,22 mg, zat besi sebesar 5,1 mg dan seng sebesar 3,12 mg (Kwon
dan Song, 1996). Pembuatan tauco, dilakukan melalui dua tahap fermentasi,
yaitu fermentasi kedelai yang dilakukan oleh kapang (mold fermentation)
dan fermentasi yang dilakukan oleh khamir dan bakteri dalam larutan garam (brine fermentation)
(Rahayu, 1989).
Proses
fermentasi pada tauco melalui dua tahapan, yang pertama tahap proses pembuatan
tempe. Tahapan-tahapan tersebut meliputi: penghilangan kotoran, sortasi,
penghilangan kulit, perendaman atau prefermentasi, perebusan, penirisan,
pengemasan, inkubasi atau fermentasi di ruangan terbuka (Hidayat, 2006; Heid
dan Joslyn, 1967).
Selama
proses fermentasi berlansung terjadi perubahan sifat fisiko-kimia pada tempe.
Pada perubahan fisik, kedelai akan mengalami perubahan terutama tekstur.
Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa
menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus permukaan
kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai. Hifa
kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler dan menggunakan
komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya (Hidayat, Masdiana dan
Suhartini, 2006).
Perubahan
fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai.
Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin kompak sehingga mengikat
kedelai yang satu dengan kedelai lainnya menjadi satu kesatuan. Pada tempe yang
baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta mengeluarkan aroma yang enak
(Indriani, 1990).
Perubahan
kimia pada tempe karena adanya bantuan protein yang menghasilkan enzim
proteolitik yang menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino,
sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5% (Limbong, 1981).
Adanya lemak menyebabkan kapang akan menguraikan sebagain besar lemak dalam
kedelai selama fermentasi. Pembebasan asam lemak ditandai dengan meningkatnya
angka asam 50-70 kali setelah fermentasi. Adanya karbohidrat akan didegradasi
oleh kapang Rhizopus
oligosporus yang memproduksi enzim pendegradasi karbohidrat seperti
amilase, selulase atau xylanase. Selama fermentasi, karbohidrat akan berkurang
karena dirombak menjadi gula-gula sederhana (Naruki dan Sarjono, 1984).
Pembuatan
tauco dilakukan dengan perlakuan pendahuluan yang meliputi beberapa tahap
seperti: pencucian kedelai, perendaman, perebusan, penghilangan kulit,
penirisan, pendinginan, fermentasi kapang (inokulasi dan inkubasi) dan terakhir
perendaman biji kedelai dalam larutan garam (Naruki dan Sarjono, 1984).
Perendaman biji kedelai dimaksudkan untuk melunakkan biji dan mempermudah
pemisahan kulit. Perendaman biji kedelai dapat dilakukan setelah perebusan
(Indriani, 1990).
Dalam biji
kedelai sekitar 27% saponin A terdapat pada kulitnya, sehingga pengupasan kulit
kedelai akan mengurangi sekitar 1/3 rasa pahitnya (Okuba, 1982). Tekstur
biji yang lebih lunak selama perendaman, jenis mikroorganisme yang tumbuh lebih
selektif. Makin lama waktu perendaman, menyebabkan pH larutan lebih rendah atau
keasamannya naik, setelah 15 jam perendaman, pH mencapai sekitar 1,5-3,0.
Kondisi tersebut optimum untuk pertumbuhan kapang. Penghilangan kulit
dimaksudkan untuk mempermudah pertumbuhan kapang, sebab kapang (Rhizopus sp. dan
Aspergillus sp.)
tidak dapat tumbuh baik pada medium yang mengandung komponen selulosa.
Perendaman dimaksudkan untuk mengaktifkan enzim-enzim yang ada dalam biji dan
bakteri yang mampu bertahan dalam lingkungan berkadar O2 rendah
(Djohan, 1990).
Perebusan
kedelai dimaksudkan antara lain: untuk menambah pelunakan biji, untuk mengurangi
atau membunuh bakteri-bakteri asam laktat dan mikrobia lain yang tumbuh selama
perendaman, menonaktifkan tripsin inhibitor, mempermudah hidrolisis oleh
enzim-enzim kapang karena protein dan karbohidrat struktur sel menjadi terbuka
dalam keadaan alami tanpa perebusan sulit dihidrolisis oleh enzim (Suhartini et al., 2006).
Penirisan
bertujuan untuk mengurangi kadar air pada permukaan bahan, diikuti dengan
penambahan tepung beras ketan atau tapioka, sehingga pertumbuhan jamur lebih
optimal dan menghambat pertumbuhan kontaminan penyebab pembusukan. Tepung ketan
atau tapioka yang ditambahkan selain dapat mengurangi kadar air biji kedelai
juga dipergunakan sebagai penghasil energi, untuk pertumbuhan mikroba.
Penambahan tepung dilakukan setelah penyangraian. Setelah direbus terjadi
penurunan kadar air kedelai dari 60% menjadi 45% (Hasbullah, 2001).
Waktu
fermentasi untuk pembuatan tauco yaitu sekitar 3-6 hari, tergantung pada jenis
dan pertumbuhan kapang, dan optimal terjadi pada suhu 30-37,50C.
Makin lama waktu fermentasi akan diikuti kenaikan pH karena adanya peningkatan
kelarutan protein. Tempat dan kondisi lingkungan fermentasi, menentukan jenis
mikroba yang tumbuh dan kecepatan proses fermentasinya. Makin lama waktu
fermentasi, biji kedelai makin lunak. Selama fermentasi tauco terjadi
perubahan-perubahan dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Hal ini disebabkan oleh keragaman enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang.
Selama fermentasi enzim-enzim yang berperan yaitu lipase, amilase dan protease
yang membantu dalam pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat di dalam
kedelai (Suwaryono dan Ismeini, 1988).
Fermentasi
kapang berlangsung dalam keadaan aerob, sebab kapang yang bekerja pada
fermentasi tauco merupakan mikroorganisme aerob. Jika proses fermentasi dalam
keadaan kurang O2 menyebabkan pertumbuhan kapang terhambat. Kondisi
anaerob akan menyebabkan tumbuh bakteri anaerob penghasil racun, seperti Clostridium botulinum.
Oksigen yang berlebihan juga merugikan, karena menyebabkan permukaan biji
kedelai menjadi kering, sehingga pertumbuhan kapang terhambat. Selain O2
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang selama fermentasi adalah kadar air.
Kadar air berlebihan menghambat difusi O2 ke dalam biji kedelai dan
mengakibatkan pertumbuhan kapang terhambat (Frazier, 1976).
Fermentasi
kapang terhenti ketika kapang mulai berspora. Pada saat kapang mulai berspora
enzim sudah seluruhnya dikeluarkan dari sel dan produksi enzim cenderung
menurun. Setelah fermentasi berakhir perlu dilakukan pengeringan biasanya
dijemur di bawah sinar matahari, dan setelah kering dilakukan pemisahanmiselia
kapang (Frazier, 1976 ).
Perendaman
dalam larutan garam dilakukan dengan menggunakan konsentrasi antara 20-25% dan
diketahui optimal pada kadar 20% tetap stabil selama proses fermentasi
(Rahayu, 1989). Di dalam fermentasi ini, enzim yang dihasilkan memecah
komponen bahan menjadi lebih sempurna. (Indriani, 1990).
Fermentasi
khamir dalam larutan garam merupakan proses fermentasi anaerob. Pada kondisi
ini miselia-miselia kapang mati dan fermentasi dilanjutkan oleh mikroba yang
sifatnya osmofilik (Pederson, 1971). Mikroba yang mampu tumbuh dalam tauco
adalah bakteri halofilik dan yeast osmofilik, antara lain Pediococcus sp.
Bacillus sp. Latobacillus sp. Hansenulla sp.
Zygosaccharomyces sp. dan Sacharomyces
sp., (Naruki dan Fadjono, 1984; Tang, 1977; Smith dan Circle, 1972).
Selama
fermentasi dalam larutan garam, terjadi penurunan pH dari 6,5-7,0 menjadi
4,8-5,0. Pada kondisi ini fermentasi khamir mulai berlangsung. Larutan garam
merupakan media selektif bagi pertumbuhan mikroba halofilik, oleh karenanya
konsentrasi larutan garam sangat penting pada fermentasi tahap kedua. Makin
lama pemeraman makin baik bau dan rasanya, yang ditandai dengan warna tauco
(Limbong, 1981).
Karbohidrat
dipecah menjadi dekstrin, maltosa dan glukosa yang dapat dipergunakan sebagai
media pertumbuhan khamir dan bakteri pada fermentasi dalam larutan garam
(Shibasaki dan Hesseltin 1965). Selama proses ini terjadi kenaikan jumlah
asam-asam organik, seperti asam laktat, asetat, suksinat dan fosfat.
Tauco mempunyai rasa dan aroma yang juga ditimbulkan oleh senyawa glutamat.
Asam laktat dan asam organik yang dihasilkan juga berperan dalam
membentuk rasa dan aroma tauco (Naruki dan Sardjono, 1984).
Proses
akhir fermentasi tauco adalah pemasakan dengan penambahan bumbu dan gula kelapa
bila perlu ditambah air sedikit dan pengemasan dalam botol. Bila diinginkan
tauco kering maka setelah pemasakan dilakukan pengeringan dibawah sinar
matahari selama 15 hari (sampai kering dikemas dalam kemasan plastik). Dalam
pemasakan enzim-enzim akan rusak sehingga tak terjadi peruraian yang tidak
dikehendaki dan bakteri yang hidup dalam rendaman akan mati (Hastuti, 1983).
Pembuatan tauco modifikasi dari Saono (1986) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tauco modifikasi dari Saono
(1986)
Wah berguna sekali artikelnya, mba klo boleh mau tanya, cara spy memberhentikan fementasi kapang supaya warna tidak berubah karena mau dikemas untuk dijual ke toko bagaimana ya? Karena selama ini biasanya pasti warna tauco akan berubah menjadi lebih coklat tua ketika masih di display, mohon pencerahannya ya mba :) Terimakasih.
ReplyDelete